Rabu, 11 Februari 2015



TUGAS BAHASA JAWA
http://www.redio.in/fotoberita/image%281%29.jpegBIOGRAFI KH. ABDUL HAMID







r9of0v0






DISUSUN OLEH :
1. Siti Amiatul Badriyah                    (23)
2. Siti Fatimah                                     (24)
3. Siti Nur Faizah                               (25)
4. Siti Rema Shaema Devtah Niva    (26)


KELAS IX D
SMPN 2 PASURUAN
Jl. Soekarno Hatta No. 84 Pasuruan

Biografi KH Abdul Hamid 
 KH. Abdul hamid Lahir tahun 1333 H , ing Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Sedo 25 Desember 1985. Sekolah: Pesantren Talangsari, Jember; Pesantren Kasingan, Rembang, Jateng; Pesantren Termas, Pacitan, Jatim. Pengabdian: pengasuh Pesantren Salafiyah, Pasuruan
Kesabarane pancen diakui mboten kale para santri, tapi ngge kale keluarga lan masyarakat serta umat islam kang tau kenal. Sanget jarang beliau ngamok , baik teng santri utawi teng anak lan istrinya. Kesabaran Kiai Hamid ing dinten tua, khususe sawise kawin, sebenare kontras kale sifat kerase di masa enome.
“Kiai Hamid dulu sanget keras,” jarene Kiai Hasan Abdillah. Kiai Hamid lahir di Sumber Girang,ing desa di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 1333 H. Beliau yaiku anak ketiga teko rolas  saduluran, lima sadulure yaiku saudara seibu.Saniki, di antara ke 12 dulur kandunge,kari 2 seng isih urip, yaiku Kiai Abdur Rahim, Lasem, dan Halimah. Sedang dari lima saudara seibunya, tiga orang masih hidup, yaitu Marhamah, Maimanah dan Nashriyah, ketiganya di Pasuruan. Hamid dibesarkan di tengah keluarga santri. Ayahnya, Kiai umar, adaiah seorang ulama di Lasem, dan ibunya adalah anak Kiai Shiddiq, lan ulama di Lasem lan sedo ing Jember, Jawa Timur.
Masa Cilik KH Abdul Hamid
Kiai Shiddiq yaiku ayah KH. Machfudz Shiddiq, tokoh NU, dan KH. Ahmad Shiddiq, mantan Ro’is Am NU. Keluarga Hamid pancen nduwe keterikatan seng sangat kuat kale dunia pesantren.Ingkang dulure seng lain, Hamid mulai cilik dipersiapake gawe dadi kiai. Anak kepapat iku mula-mula sinau mbaca al-Quran teko ayahe. Wektu  umur 9 tahun, ayahe mulai ngajari ilmu fiqih dasar.
3 tahun meneh, putu kesayangan itu mulai pisah teko wongtuane, gawe menimba ilmu di pesantren kakeknya, KH. Shiddiq, di Talangsari, Jember, Jawa Timur. Konon, demikian penuturan Kiai Hasan Abdillah, Kiai Hamid sanget disayang apik teng ayah utawa kakeknya. Pas cilik,ketok tanda-tanda bahwa beliau bakal dadi wali lan ulama ageng.
“Wektu usia enem  tahun,wes ketemu kale Rasulullah,”jarene. Di njero kepercayaan seng berkembang di kalangan warga NU, khususe kaum sufi, Rasulullah walau wes wafat sekali waktu nemoni wong-wong tertentu, khususe para wali. Duduk di njero kono ae, tapi secara nyata.
Pertemuan dengan Rasul menjadi semacam legitimasi bagi kewalian seseorang. Kiai Hamid molai ngaji fiqih teko ayahne lan para ulama ing Lasem. Pas umur 12 tahun, beliau molai berkelana. Mula-mula ia belajar di pesantren kakeke, KH. Shiddiq, ing Talangsari, Jember. 3 tahun maneh beliau dijak kakeke gawe lungo kaji menyang pertama kali kale keluarga, paman-paman lan bibi-bibi e. Nggak suwe meneh pindah menyang pesantren di Kasingan, Rembang. Di desa iku lan desa-desa sekitarnya, ia belajar fiqh, hadits, tafsir dan lain lain. Pada usia 18 tahun, ia pindah lagi ke Termas, Pacitan, Jawa Timur.
Byen,koyok dituturkan anak bungsunya seng saiki nggantino dadi pengasuh Pesantren Salafiyah, H. Idris, “Pesantren itu sudah cukup maju untuk ukuran zamannya, dengan administrasi seng cukup rapi. Pesantren yang diasuh Kiai Dimyathi itu telah melahirkan akeh ulama terkemuka, antara lain KH Ali Ma’shum, mantan Ro’is Am NU.” Menurut Idris, inilah pesantren seng wes akeh berperan dalam pembentukan bobot keilmuan Hamid. Di sini ia juga belajar berbagai ilmu keislaman.Wangsule teko pesantren iku, beliau tinggal di Pasuruan, kale wong tuane . Di kene semangat keilmuannya nggak tau Padam. Karo tekun, beliau melu pengajian Habib Ja’far, ulama besar di Pasuruan pas iku, tentang ilmu tasawwuf.
Menjadi Blantik
Hamid kawin pas umur 22 tahun karo sepupune dewe, Nyai H. Nafisah, putri KH Ahmad Qusyairi. Pasangan iki dikarunia enem anak, siji di antarane putri. Saiki tinggal telu wong seng isih urip, yaiku H. Nu’man, H. Nasikh dan H. Idris.
Hamid ngelakoni masa-masa awal urip berkeluarga soroh. Selama beberapa tahun beliau teros urip bareng mertuae ing umah seng adoh lan mewah. Gawe nguripi keluargane, saben dino beliau ngayuh sepeda sejauh 30 km pulang pergi, sebagai blantik (broker) sepeda. Sebab, kata ldris, pasar sepeda waktu itu ada di desa Porong, Pasuruan, 30 km ke arah barat Kotamadya Pasuruan.
Kesabarane bareng kale diuji. Hasan Abdillah menuturkan, Nafisah yang dikawinkan orangtuanya selama dua tahun mboten patut (tidak mau akur). Namun ia menghadapinya dengan tabah. Kematian bayi pertama, Anas, telah mengantar mendung di rumah keluarga muda itu.
Terutama gawe sang istri Nafisah seng begitu gundah, sehingga Hamid merasa perlu mengajak istrinya itu ke Bali, sebagai pelipur lara. Sekali lagi Nafisah dirundung kesusahan yang amat sangat setelah bayinya yang kedua, Zainab, meninggal dunia pula, padahal umurnya baru beberapa bulan. Lagi-lagi kiai yang bijak itu membawanya bertamasya ke tempat lain. KH. Hasan Abdillah, adik istri Kiai Hamid, menuturkan, seperti layaknya keluarga, Kiai Hamid nggak disapa karo istrine selama empat tahun.
Tapi, tak pernah sekalipun keluhan darine. Bahkan sedemikian rupa ia dapat menutupinya sehingga tak ada orang lain yang mengetanuinya. “Uwong tuo kapan ndak digudo karo anak Utowo keluarga, ndak endang munggah derajate (Orangtua kalau tidak pernah mendapat cobaan dari anak atau keluarga, ia tidak lekas naik derajatnya)”, katanya suatu kali mengenai ulah seorang anaknya yang agak merepotkan.
Kesabaran beliau ngge diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. Menut Idris, tidak pernah mendapat marah, apalagi pukulan dari ayahnya. Menurut ldris, ayahnya lebih banyak memberikan pendidikan lewat keteladanan. Nasihat sangat jarang diberikan. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sangat prinsip, shalat misalnya, Hamid sangat tegas.
Merupakan keharusan bagi anak-anaknya gawe bangun pada saat fajar menyingsing, guna menunaikan shalat subuh, meski seringkali orang lain yang disuruh ngguga kabeh, Hamid juga memberi pengajaran membaca al-Quran dan fiqih pada anak-anaknya di masa kecil. Namun, begitu kabeh menginjak remaja, Hamid lebih seneng menyerahkan anak-anaknya ke pesantren lain.
Nggak  hanya nang anak-anak, tapi juga istrinya, Hamid memberi pengajaran. Waktunya tidak pasti. Kitab yang diajarkan pun tidak pasti. Bahkan, ia mengajar tidak secara berurutan dari bab satu ke bab berikutnya. Pendeknya, ia seperti asal comot kitab, lalu dibuka, dan diajarkan pada istrinya. Lan lebih akeh, kata Idris, seng diajarkan yaiku kitab-kitab mengenai akhlak, koyok Bidayah al-Hidayah karya Imam Ghazali, “Tampaknya yang lebih ditekankan adalah amalan, dan bukan ilmunya itu sendiri,” jelasnya.
Amalan dari kitab itu pula yang ditekankan Kiai Hamid di Pesantren salafiyah. Kalau pesantren-pesantren tertentu dikenal dengan spesialisasinya dalam bidang-bidang ilmu tertentu – misainya alat (gramatika bahasa Arab) atau fiqh, maka salafiyah menonjol sebagai suatu lembaga untuk mencetak perilaku seorang santri seng baik.
Di sini, Kiai Hamid mewajibkan para santrinya shalat berjamaah lima waktu. Sementara jadwal kegiatan pesantren lebih banyak diisi dengan kegiatan wirid yang hampir memenuhi jam aktif. Semuanya harus diikuti oleh seluruh santri. Kiai Hamid sendiri, tidak banyak mengajar, kecuali kepada santri-santri tertentu yang dipilihnya sendiri. Selain itu, khususnya di masa-masa akhir kehidupannya, ia hanya mengajar seminggu sekali, untuk umum.
Mushalla pesantren lan pelatarannya saben dino Ahad selalu penuh ambek pengunjung gawe melu pengajian sawise  salat subuh ini. Mereka tidak hanya datang dari Pasuruan, tapi juga kota-kota Malang, Jember, bahkan Banyuwangi, termasuk Walikota Malang waktu itu. Yang diajarkan adalah kitab Bidayah al-Hidayah karya al-Ghazali. Konon, dalam setiap pengajian, ia hanya membaca beberapa baris teko kitab iku.
Selebihne yaiku cerita-cerita tentang ulama-ulama masa lalu sebagai teladan. Nggak jarang, banyu matane mengucur deras ketika bercerita. Disuguhi Kulit Roti Kiai Hamid memang sosok ulama sufi, pengagum imam Al-Ghazali dengan kitab-kitabnya lhya ‘Ulum ad-Din dan Bidayah al-Hidayah. Tapi, corak kesufian Kiai Hamid duduk seng menolak dunia ambek sekali. Beliau, konon, memang selalu menolak dikek i montor Mercedez, tapi beliau gelemnumpak i. Bangunan lan perabotan-perabotannya cukup apik, meski nggak terkesan mewah.
Beliau seneng berpakaian lan bersorban seng serba putih. Cara berpakaian maupun penampilannya selalu ketok rapi, nggak kedodoran. Pilihan pakaian yang dipakai juga tidak bisa dibilang berkualitas rendah. “Berpakaianlah yang rapi dan baik. Biar saja kamu di sangka orang kaya. Siapa tahu anggapan itu merupakan doa bagimu,” katanya suatu kali kepada seorang santrinya. Namun, Kiai Hamid bukanlah orang yang suka mengumbar nafsu. Justru, kata idris, ia selalu usaha melawan nafsu.
Hasan Abdillah cerita, suatu kali Hamid berniat untuk mengekang nafsunya dengan tidak makan nasi (tirakat). Tetapi, istrinya tidak tahu itu. Kepadanya lalu disuguhkan roti. Untuk menyenangkannya, Hamid memakan roti itu, tapi tidak semuanya, melainkan kulitnya saja. “O, rupane seneng kulit roti,” pikir istrinya. Esok e beliau tuku roti njero jumlah seng cukup gede, terus nyuguhno suaminya kulitnya saja. Kiai Hamid tertawa. “Aku duduk penggemar kulit roti. Lek aku mangan wingi,iku kerono aku bertirakat,” ujarnya.
Konon, berkali-kali Kiai Hamid ditawari montor  Mercedez oleh H. Abdul Hamid,wong sugih di Malang. Tapi, beliau terus nolaknya dengan halus. Lan gawe nggak nggawe kecewa, Hamid ngomong, beliau kate ngehubunginya sewaktu-waktu membutuhkan montor iku. Kiai Hamid memang selalu berusaha untuk tidak mengecewakan orang lain, suatu sikap yang terbentuk teko ajaran idkhalus surur (nyenengno wong liyo)koyok seng dianjurno nabi. Misalnya, jika bertamu dan sedang berpuasa sunnah, beliau selalu  nyengetno nang tuan rumah, sehingga nggak ngerasa kecewa. Selain iku, beliau selalu nekani undangan, di endianteko sopo ae.








Wisata Religius Ing Makam KH. Abdul Hamid ing Pasuruan


http://cdn-media.viva.id/thumbs2/2012/09/19/171822_makam-kh--abdul-hamid-di-pasuruan_663_382.jpg
 
Senajan kuburan iki ora kalebu makam kelas Walisongo utawa makam kuna suci, nanging Pesona lan gadhah kharisma saka KH pungkasan. Abdul Hamid tansah ngajak liyane pengunjung kanggo lelungan karo ziarah agama ana.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9u2uZcB7M3Yuezn9VOBszki_XkiGKv_H77aspv0t-e1yiPDfnVHO3ibwkmkAyuNKlye0BtOyGJfyvnkr9UgpsMCkPdoqDY63Ni8_n-oQ2pM1R8nvrwfoXoW0EnyP9GOpKpHsz409Vn2RT/s1600/mc.jpg
 
Ana uga mawarni-warni sade digunakake souvenirs wangun kang ana foto KH. Abdul Hamid. Makam KH. Abdul Hamid ana ing kamar sing ora amba banget.




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgX81Plm7J-EvCaAJhLfdq1ZUpJaLecgUsbYLumbOOAxfCX0ggzKsY8UUlQTjXxqhCzgUDj1R20do0acwfgzV3EhDNZjF8VkeCXsL1YY-JyP4w7Usc4tJiiHnXcGhluMWhSTAaYJqDhmc-p/s400/KH+Abd+Hamid+psr.jpg
 
Sikap asor 'asring piyambakipun sedulor kanggo nyebutake ajaran Imam Ibnu Atha'illah ing kitab Al-Hikam; "Pendamlah wujudmu ing bumi khumul (ketidakterkenalan)".





https://feiraloverain.files.wordpress.com/2011/10/p22-10-11_10-12.jpg
 
Apike, nalika ing pakuburan ana cenderung saka sing nggowo kunci utawa kuburan kanggo nyuwun tips utawa sedekah saka pengunjung, ing lokasi iki sabenere bab kuwi wis ingkang boten pareng. Ing Papan sing dipasang ing kothak amal bebaya ditulis matur sing haram legal kanggo pengunjung kanggo menehi dhuwit kanggo Makam perwira.



              



KATA PENGANTAR

Bismillahhirrohmanirrahim
Muji syukur Alhamdulillah. Datenga Dzat ingkang Moho Murah, Ingkang paring taufiq lan hidayah. Sahingga kanthi semangat lan bergairah. Kawulo saget ngrampungaken artikel bahasa jawa punika.
Menawi susunan puniko salah. Kulo nyuwun kanthi ridhoning manah. Dipun leresaken supados genah. Lan mugiyo artikel puniko saget manfaat lan mashlahah ugi saget barokah, Tumrap poro ummah

Fiddunya wal Akhiroh.
Amiin.





Pasuruan, 20 Januari 2015
Penyusun
                                                                                                           
Kelompok
Semoga Makalah ini bermanfaat,,,,
Matur Nuwunnn......